Pengertian
Proses Manufaktur
Manufaktur adalah
proses keindustrian untuk membuat suatu barang dari suatu bahan baku melalui
proses teknologi. Arti manufaktur sendiri asalnya adalah membuat barang dengan
tangan (manual). Jadi manufaktur itu bukanlah sekedar “ilmu“, tapi sekaligus
menyangkut “laku“ (practice). Dalam manufaktur berlaku “ilmu tanpa laku:
kosong“ (science without practice: no fruit) tetapi “laku tanpa ilmu: kerdil”
(practice without science: no root). Laku dalam manufaktur cepat kadaluwarsa
dan cepat berubah karena berkembangnya ilmu pengetahuan, yang berarti juga
berkembangnya teknologi. Sekalipun pada prinsipnya tetap meliputi proses-proses
material “-forming, -shaping and -cutting”, namun produk-produk manufaktur akan
selalu berubah sifat/spesifikasi yang harus dipenuhinya, sesuai dengan
perkembangan kebutuhan pemakaian. Pemakaian untuk apapun adalah manusia yang
menginginkannya, dan manusia selalu makin meningkat tuntutannya.
Manufaktur tidak dapat
hanya dengan berandai-andai. Hanya praktek kuncinya, yang sekaligus didasari
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Praktek berarti teknologi, dan itulah yang
harus kita cari, kuasai dan kembangkan. Kegiatan itu harus kita lakukan terus
menerus tanpa jemu, sehingga terjadi akumulasi ketrampilan – pengalaman – dan
pengetahuan untuk menghadapi perubahan tuntutan.
Faktor-Faktor yang
mendukung proses manufaktur
1. Fungsi dan Estetika
Dalam jagad manufaktur
fungsi produk manufaktur selalu diukur/dinyatakan dalam besaran-besaran alam,
baik itu berbasis ilmu-ilmu Fisika, Kimia maupun Biologi dengan alat bantu
hitung menghitung Matematika. Perhatikan besaran-besaran seperti : kekuatan,
kemampuan perubahan bentuk, kepegasan, daya tahan, kestabilan dimensional,
ketahanan aus baik terhadap gesekan maupun korosi, kelunakan, mudah dibentuk,
mudah diwarnai, berat jenis dll. Semua itu kita hadapi secara intrinsik dalam
kehidupan manufaktur. Mengapa demikian? Karena tidak akan ada manufaktur kalau
tidak ada material, yang sifat-sifatnya antara lain seperti dinyatakan diatas.
Proses manufaktur sendiri adalah proses “pertambahan nilai“ terhadap
material-material yang memenuhi persyaratan-persyaratan diatas. Oleh karena itu
proses manufaktur sejatinya adalah “proses ekonomi“, sehingga harus tetap
mengacu pada kaidah-kaidah ekonomi. Ternyata bukan hanya itu yang dihadapi
jagad manufaktur, tetapi juga “estetika“, keindahan yang secara alamiah menjadi
kesukaan manusia.
Ini bisa
direpresentasikan dalam rupa/warna, penampilan, bentuk, bahkan friendliness.
Betapa jagad manufaktur
harus menanggapi selera keindahan ini yang sering harus menyimpang dari kaidah
ekonomi dan teknik-teknik manufaktur.
Bentuk-bentuk “simetri“
adalah yang secara teknis lebih mudah dan lebih ekonomis. Namun demi keindahan,
maka banyak produk-produk yang a-simetri. Garis lurus dan bidang datar dari
segi manufaktur adalah yang termudah, namun demi keindahan maka banyak garis
lengkung dan bidang-bidang yang melekuk, itupun sering harus a-simetris dan
non-linear. Memang ada juga bentuk-bentuk karena tuntutan ruang (space), tetapi
tetap mempertahankan spesifikasi fungsi, yang masih bisa dikategorikan sebagai
“technical reasons“.
2. Material dan Proses.
Kalau kita mengunjungi
Machine Expo, baik itu yang di Chicago, Hanover maupun Tokyo, hakekatnya yang
kita perhatikan adalah proses-proses manufaktur yang mampu dilakukan oleh
mesin-mesin yang dipamerkan, yang kalau kita perhatikan dari tahun ke tahun
makin canggih unjuk kerjanya.
Tidak hanya proses
permesinan/manufaktur yang dipamerkan, tetapi juga peralatan-peralatan untuk
melakukan pengukuran-pengukuran dan kontrol terhadap besaran-besaran yang
antara lain disebutkan diatas.
Beruntung computational
modelling berkembang pesat dalam proses kerekayasaan yang dipadukan dengan
kemajuan intelligent and smart machineries. Bayangkan bila teknologi-teknologi
semacam itu tidak ada, bagaimana kita memenuhi tuntutan-tuntutan fungsi –
estetika – dan ekonomi diatas ! Manufaktur ditakdirkan menghadapi dan harus
tanggap & siap terhadap : emerging -, new -, matured -, and phased out-
technologies, dimana siklus tersebut semakin cepat saja terjadinya. Yang tetap
tegak adalah “the fundamental principles“ of manufacturing, karena dari situlah
teknik dan teknologi baru akan lahir. Teknologinya bisa berubah, tapi besaran
yang ingin dicapai tidak banyak berubah, yang berubah adalah ukuran satuannya,
seperti makin ringan, makin kuat, makin kecil, makin kompak, makin terjangkau
dan banyak makin-makin yang lain.
Material-material baru
akan lahir seiring dengan merebaknya kesegala penjuru binatang “makin“ tadi,
padahal kita juga dituntut memenuhi “langit yang semakin biru dan bumi yang
semakin hijau“ alias “blue & green manufacturing“ menuju “equilibrium
sustainable echo system“ sehingga bumi tidak semakin panas dan terpolusi.
Sekalipun demikian pasar
semakin menuntut “speed and flexibility“, ini dimensi lain yang perlu
diperhatikan dalam jagad manufaktur selain tuntutan-tuntutan diatas. Tetapi
jangan lupa kita juga menghadapi tuntutan lain, pertambahan penduduk. Dari satu
segi pertumbuhan penduduk berarti pertambahan pasar bagi kegiatan manufaktur.
Tetapi dari segi
ruang/space mungkin tempat manufaktur akan terdesak semakin jauh karena
tumbuhnya tempat-tempat hunian baru. Contoh kasus pulau Jawa, yang sa’at Perang
Dipenogoro (1825 – 1830) penduduknya hanya 10 juta jiwa. Perhitungan statistik
dengan asumsi-asumsi pertumbuhan tertentu, penulis mendapatkan angka penduduk
pulau Jawa pada tahun 2020 = 150 juta, dan yang 94,5 juta tinggal di daerah
urban ! Bayangkan dalam 200 tahun, perubahannya begitu besar, bertambah
mengikuti deret ukur. Jawa (Java/Javi – Sanskerta = padi) sebagai pulau padi
akan semakin kehilangan makna padi-nya. Lalu dimana nanti blue & green
manufacturing akan ditempatkan sehingga dapat tumbuh subur tanpa stress, karena
cepatnya pertumbuhan tempat-tempat hunian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar